DERLY PANGKEY

Selasa, 23 April 2013

CERITA KEPOLOSAN ANAK

MATA DUITAN

Namanya Abigail Dwi Pangestu, anak yang ceria masih berumur 5 tahun kadang-kadang terlihat sedih, pas kutanyakan penyebabnya, ia berkata "kenapa aku ga ada yang mirip mama." dengan tersenyum aku memandang dia sambil berpikir keras, apa kesamaan aku dengan dia memang tidak ada, karena anakku mirip sekali ayahnya, 99% sama hanya beda jenis kelamin.

Setelah berpikir, keras, akhirnya aku berkata dengan tenang. "Anakku, matamu sangat mirip mama, sangat mirip dengan oma, sangat mirip dengan aunty-aunty yang lain." aku sebutkan saudara-saudaraku yang lain.  Sambil tersenyum senang dia berkata. "memangnya mataku dengan mata mama sama apanya ma." dengan tenang kukatakan bahwa matanya sama denganku, yaitu mata duitan.
Anakku menyetujuinya, karena memang dia sangat suka minta uang untuk membeli jajanan, jadi dia berpikir memang itu adalah takdirnya. sama dengan mata mama.

Satu kali, aku bawa anakku ke kantor, berhubung aku orang kepercayaan bosku yang tinggal di Jakarta, untuk mengelola perusahaannya yang di Bandung, jadi aku bebas membawa anakku untuk ikut ke kantor.

Satu kali bosku mengirim orang dari Jakarta,  untuk membahas kemajuan-kemajuan yang telah dicapai. aku biarkan anakku bermain di pekarangan bersama dengan orang security.  Setelah bosan, anakku masuk menemuiku di kantor. berhubung pertemuan itu tidak bersifat formal, akhirnya aku izinkan anakku untuk masuk menemuiku.  Rekananku menyapa anakku dengan senyum. "Ade, udah bisa bantu mama di kantor ya?"  dibalas dengan senyum-senyum bangga oleh anakku.  "Kalau sudah besar nanti, mau jadi apa de?"  dengan bangga anakku berkata. "Aku mau jadi Satpam, om." dengan spontan, aku langsung terbelalak melihat anakku. "kenapa mau jadi satpam." kataku menyelidik. Karena om satpam selalu baik ke aku ma, dia suka main dengan aku setiap aku ke kantor mama."   waduh. . . . akibat pergaulan nih. . . . .

Rekananku tertawa mendengar kepolosan anakku. dengan penasaran, ia memperhatikan anakku, lalu melihat aku.  "Bu, kok anaknya ga mirip ibu sih."  aku tersenyum menanggapinya, lalu kubilang memang dia mirip banget sama ayahnya.  Anakku protes mendengar jawabanku, dia segera menarik tanganku mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik.  "Mama, matakukan mirip mata mama, kasih tau om itu ma."  tak tahan lagi, akhirnya tawaku terlepas keras. dengan bingung, rekananku berkata, "Kenapa bu?"
lalu aku menjawab, "Mata kami sama." Rekanku mengerutkan kening melihat kepada mataku dan ke mata anakku. "engga ah, beda kok."  akhirnya aku berkata "mata kami sama, sama-sama mata duitan." . . . . . . .. .  


 AYAM GENDUT

Rehuel anak laki-laki baru berumur 5 tahun.  Satu kali ia minta dibelikan anak ayam di pasar, jadi ibunya membelikan 2 ekor anak ayam negri masih berwarna kuning dan sangat lucu.  

Dia sangat mencintai peliharaannya yang baru itu, setiap pagi anak-anak ayam itu dilepaskan di kebun samping samping rumahnya yang cukup luas, ditaburnya pur untuk makanan ayam tersebut, dan tidak lupa dituangnya air minum di wadah untuk persediaan jika anak ayam itu kehausan, setelah itu ia siap-siap pergi ke sekolah TK dekat rumahnya.

Siang hari, diperiksanya anak-anak ayam itu, apakah makanannya masih cukup atau tidak, kadang-kadang Rehuel ikut masuk ke kebun menangkap ayam-ayam kecil yang sedang main di bawah terik matahari, lalu dipindahkannya di bawah pohon pepaya agar ayam tersebut tidak kepanasan.

Menjelang matahari terbenam, Rehuel menangkap ayam-ayam mungil peliharaannya, lalu memasukkannya ke dalam dus bekas bungkus mie dan dibawanya ayam-ayam itu ke dalam kamarnya, tidak lupa diberinya kain perca untuk selimut ayam-ayam itu agar tidak kedinginan bila malam tiba.  

Ketika malam tiba, menjelang tidur malam, dengan serius dia duduk di atas tempat tidurnya sambil memanjatkan doa agar dijaga sepanjang malam.  "Bapa di surga, terima kasih sudah jaga Uel sepanjang hari ini, Uel sudah sekolah, ayam-ayam sudah bermain, sekarang kami mau bobo, tolong jaga dengan malaikatMu, jadikan ayam-ayam Uel cepet besar, dan gendut seperti mamah Uel.... Amin."

keki banget deh yang jadi mamah. . . .   


SISIRAN

 Ongga berumur 4 tahun sering main ke rumahku karena aku baru melahirkan anak perempuan yang montok, cantik dan menggemaskan, dan dia paling senang bermain dengan anakku Abigail, semua tingkah Abigail dan tingkahku selalu diperhatikannya dengan seksama.  

"Tante Derly, kenapa rambutnya keriting?" katanya polos.  
"Waktu kecil tante Derly males sisiran." jawabku asal-asalan, males menerangkan bahwa rambutku memang sudah keriting dari lahir.
"Tante Derly kenapa kepala Abi botak." tanyanya lagi
"Si Abi belum pernah ke salon." kataku sekenanya.
Ongga hanya manggut-manggut mendengar jawabanku, dan aku tersenyum geli melihat reaksi polosnya.

Satu kali Ongga melihat-melihat album foto Abigail yang baru aku susun siang itu.   
"Tante Derly, kenapa foto Ongga ga ada di sini?" protesnya dengan sedih.
"Cepet ambil di rumah gih, nanti tante Derly tempelin di dekat foto Abigail." kataku.
Dengan semangat dia berlari ke rumahnya dan ga berapa lama datang membawa foto  dia yang sedang mandi.   Kutempelkan foto Ongga di album foto Abigail, dan kulihat senyumnya mengembang tanda gembira.

Satu pagi, waktu aku sedang menjemur pakaian, tiba-tiba kulihat Ongga berlari mengejar temannya sambil membawa sisir yang diacung-acungkan ke arah temannya.
"Jangan lari Dina, biar Ongga sisir rambutnya." teriak Ongga sambil terengah-engah.  Dina terus berlari tidak mau tertangkap oleh Ongga.  Dengan sedih Ongga berkata pada Dina:
"Dina, kalau kamu ga mau disisir, nanti rambutnya jadi keriting kaya tante Derly!"

Gubrag !!! jangan pernah malas kasih keterangan yang bener ke anak kecil, bisa-bisa senjata makan tuan nih. . . .     

 

ULANG TAHUN

Waktu aku duduk di kelas 1 SD, orang tuaku punya usaha kartu undangan ulang tahun untuk anak-anak yang dijual ke toko-toko buku.  Biasanya orang tuaku mencetak di percetakan dalam partai besar dengan beberapa jenis gambar, tugas kami menghitung masing-masing gambar dan mengepaknya menjadi satu paket berisi 100 lembar dengan isi bermacam-macam gambar.  walaupun aku masih duduk di kelas 1 SD, tapi perkalian 3 sudah aku hafal di luar kepala gara-gara bisnis kartu undangan ini.

Satu kali tibalah hari ulang tahunku, dengan penuh inisiatif kuambil sisa-sisa kartu ulangtahun yang sudah tak terpakai, lalu kutulis undangan untuk teman-temanku di sekolah dan di sekitar rumah tanpa memberitahukan rencana undangan ini ke ibuku. Isi undangan itu kira-kira begini:
 
teman-teman datang ya di hari ulang tahunku
pada hari:        Senin
tanggal:           24 Januari 1976
pukul:              15.00
tempat:            Gang Abdullah No. 687A
datang ya, tiada kesan tanpa kehadiranmu 

kusebar undangan itu di sekolah untuk teman-teman sekelasku, dan kusebar disekitar rumah, tak lupa undangannya kuberikan ke wali kelasku. setelah selesai kusebar undangan, tinggal tunggu sore nih.... kedatangan teman-temanku.

waktu jam makan siang aku ceritakan ke ibuku bahwa aku sudah menyebarkan undangan kesemua temanku termasuk guru wali kelasku.  Dengan terbelalak ibuku berkata:  "Apa Yie?!?!?!" 
aku heran melihat reaksi ibuku, mengapa dia sangat kaget mendengar rencana perayaan hari ulang tahunku.

Dengan langkah seribu, ibuku langsung pergi ke toko pamanku yang dipinggir jalan, pulang-pulang membawa kue-kue dan kacang kulit garing.  ibuku tidak sempat lagi berkata-kata padaku tapi sibuk dengan segala urusan dapurnya.

ayahku pulang agak siang karena ditelphone oleh ibuku, dengan menjinjing minuman botol 3 krat merk green spot.  Tamu-tamu mulai berdatangan, aku sudah bersiap dengan mengenakan baju terbaikku, kusambut mereka sambil menerima kado ulang tahun dengan gembira,  banyak kado yang kudapat dari teman-temanku.

Rumahku penuh sesak oleh teman-temanku yang datang, green spot dibagikan satu botol untuk 2 orang saking banyaknya tamu yang datang. Riuh rendah sorak sorai para undangan.  maklum pesta di kampung.

Akhirnya pesta selesai, undangan bubar. aku asik membuka-buka kado yang ku dapat, ada kado berisi buku tulis, pensil, penghapus, odol atau sabun mandi. Dengan polos kuberikan semua kado yang berisi odol dan sabun mandi ke ibuku.  Ibuku hanya tersenyum menatapku.

hal yang aku kagumi dari kedua orang tuaku, mereka tidak pernah memarahi aku atas peristiwa ulang tahun itu, tapi perubahan terjadi, sisa-sisa kartu undangan tidak pernah terteter lagi di rumahku, semua tersimpan dengan baik di lemari ayahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar